Halaman

Selasa, 12 Mei 2009

CANDI KIDAL

CANDI KIDAL
Terletak di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, sekitar 20 km sebelah timur kota Malang - Jawa Timur, candi Kidal dibangun pada 1248 M, bertepatan dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut Cradha (tahun ke-12) untuk menghormat raja Anusapati yang telah meninggal. Setelah selesai pemugaran kembali pada dekade 1990-an, candi ini sekarang berdiri dengan tegak dan kokoh serta menampakkan keindahannya. Jalan menuju ke Candi Kidal sudah bagus setelah beberapa tahun rusak berat. Di sekitar candi banyak terdapat pohon-pohon besar dan rindang, taman candi juga tertata dengan baik, ditambah lingkungan yang bernuansa pedesaan menambah suasana asri bila berkunjung kesana.
Dari daftar buku pengunjung yang ada nampak bahwa Candi Kidal tidak sepopuler “teman”-nya candi Singosari, Jago, atau Jawi. Ini diduga karena Candi Kidal terletak jauh di pedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah, dan jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata.
Keistimewaan Candi Kidal
Namun demikian candi Kidal sesungguhnya memiliki beberapa kelebihan menarik dibanding dengan candi-candi lainnya tersebut. Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin keatas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.
Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan diatas pintu masuk dan bilik-bilik candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci. Hiasan kepala kala Candi Kidal nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya terbuka dan nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan. Adanya taring tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timuran. Di sudut kiri dan kanannya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai penjaga bangunan suci candi.
Pemugaran
Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat tangga masuk menuju kompleks candi disebelah barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya. Jika dilihat dari perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, nampak candi kompleks Kidal agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat dari bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.
Dirunut dari usianya, Candi Kidal merupakan candi tertua dari peninggalan candi-candi periode Jawa Timur pasca Jawa Tengah (abad ke-5 – 10 M). Hal ini karena periode Mpu Sindok (abad X M), Airlangga (abad XI M) dan Kediri (abad XII M) sebelumnya tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Candi Belahan (Gempol) dan Jolotundo (Trawas) yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan petirtaan. Sesungguhnya ada candi yang lebih tua yakni Candi Kagenengan yang menurut versi kitab Nagarakretagama tempat di-dharma-kannya, Ken Arok, ayah tiri Anusapati. Namun sayang candi ini sampai sekarang belum pernah ditemukan.
Relief Garuda
Pada bagian kaki candi terpahatkan 3 buah relief indah yang menggambarkan cerita legenda Garudeya (Garuda). Cerita ini sangat popular dikalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan atau ruwatan Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut, mengisahkan tentang perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.
Cerita ini juga ada pada candi Jawa Timur yang lain yakni di candi Sukuh (lereng utara G. Lawu). Cerita Garuda sangat dikenal masyarakat pada waktu berkembang pesat agama Hindu aliran Waisnawa (Wisnu) terutama pada periode kerajaan Kahuripan dan Kediri. Sampai-sampai Airlangga, raja Kahuripan, setelah meninggal diujudkan sebagai dewa Wisnu pada candi Belahan dan Jolotundo, dan patung Wisnu diatas Garuda paling indah sekarang masih tersiumpan di museum Trowulan dan diduga berasal dari candi Belahan.
Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Pembacaannya dengan cara prasawiya (berjalan berlawanan arah jarum jam) dimulai dari sisi sebelah selatan atau sisi sebelah kanan tangga masuk candi. Relief pertama menggambarkan Garuda dibawah 3 ekor ular, relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi diatas kepalanya, dan relief ketiga Garuda menggendong seorang wanita. Diantara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan masih utuh.
Dikisahkan bahwa Kadru dan Winata adalah 2 bersaudara istri resi Kasiapa. Kadru mempunyai anak angkat 3 ekor ular dan Winata memiliki anak angkat Garuda. Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah harus mengurusi 3 anak angkatnya yang nakal-nakal karena sering menghilang diantara semak-semak. Timbullah niat jahat Kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada Winata. Diajaklah Winata bertaruh pada ekor kuda putih Uraiswara yang sering melewati rumah mereka dan yang kalah harus menurut segala perintah pemenang. Dengan tipu daya, akhirnya Kadru berhasil menjadi pemenang. Sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan Kadru serta mengasuh ketiga ular anaknya setiap hari. Winata selanjutnya meminta pertolongan Garuda untuk membantu tugas-tugas tersebut. (relief pertama).
Ketika Garuda tumbuh besar, dia bertanya kepada ibunya mengapa dia dan ibunya harus menjaga 3 saudara angkatnya sedangkan bibinya tidak. Setelah diceritakan tentang pertaruhan kuda Uraiswara, maka Garuda mengerti. Suatu hari ditanyakanlah kepada 3 ekor ular tersebut bagaimana caranya supaya ibunya dapat terbebas dari perbudakan ini. Dijawab oleh ular "bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa, dan berasal dari lautan susu". Garuda menyanggupi dan segera mohon ijin ibunya untuk berangkat ke kahyangan. Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadilah perkelahian. Namun berkat kesaktian Garuda para dewa dapat dikalahkan. Melihat kekacauan ini Bathara Wisnu turun tangan dan Garuda akhirnya dapat dikalahkan. Setelah mendengar cerita Garuda tentang tujuannya mendapatkan amerta, maka Wisnu memperbolehkan Garuda meminjam amerta untuk membebaskan ibunya dan dengan syarat Garuda juga harus mau menjadi tungganggannya. Garuda menyetujuinya. Sejak saat itu pula Garuda menjadi tunggangan Bathara Wisnu seperti nampak pada patung-patung Wisnu yang umumnya duduk diatas Garuda. Garuda turun kembali ke bumi dengan amerta. (relief kedua).
Dengan bekal air suci amerta inilah akhirnya Garuda dapat membebaskan ibunya dari perbudakan atas Kadru. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah perkasa menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan. (relief ketiga)
Ruwatan
Berbeda dengan candi-candi Jawa Tengah, candi Jawa Timuran berfungsi sebagai tempat pen-dharma-an (kuburan) raja, sedangkan candi-candi Jawa Tengah dibangun untuk memuliakan agama yang dianut raja beserta masyarakatnya. Seperti dijelaskan dalam kitab Negarakretagama bahwa raja Wisnuwardhana didharmakan di candi Jago, Kertanegara di candi Jawi dan Singosari, Hayam Wuruk di candi Ngetos, dsb.
Dalam filosofi Jawa asli, candi juga berfungsi sebagai tempat ruwatan raja yang telah meninggal supaya kembali suci dan dapat menitis kembali menjadi dewa. Ide ini berkaitan erat dengan konsep "Dewa-Raja" yang berkembang kuat di Jawa saat itu. Dan untuk menguatkan prinsip ruwatan tersebut sering dipahatkan relief-relief cerita moral dan legenda pada kaki candi, seperti pada candi Jago, Surowono, Tigowangi, Jawi, dan lain lain. Berkaitan dengan prinsip tersebut, dan sesuai dengan kitab Negarakretagama, maka candi Kidal merupakan tempat diruwatnya raja Anusapati dan dimuliakan sebagai Siwa. Sebuah patung Siwa yang indah dan sekarang masih tersimpan di museum Leiden - Belanda diduga kuat berasal dari candi Kidal. Sebuah pertanyaan, mengapa dipahatkan relief Garudeya? Apa hubungannya dengan Anusapati?.
Kemungkinan besar sebelum meninggal, Anusapati berpesan kepada keluarganya agar kelak candi yang didirikan untuknya supaya dibuatkan relief Garudeya. Dia sengaja berpesan demikian karena bertujuan meruwat ibunya, Kendedes, yang sangat dicintainya, namun selalu menderita selama hidupnya dan belum sepenuhnya menjadi wanita utama.
Dalam prasati Mula Malurung, dikisahkan bahwa Kendedes adalah putri Mpu Purwa dari pedepokan di daerah Kepanjen – Malang yang cantik jelita tiada tara. Kecantikan Ken Dedes begitu tersohor hingga akuwu Tunggul Ametung, terpaksa menggunakan kekerasan untuk dapat menjadikan dia sebagai istrinya prameswari. Setelah menjadi istri Tunggul Ametung, ternyata Ken Dedes juga menjadi penyebab kematian suaminya yang sekaligus ayah Anusapati karena dibunuh oleh Ken Arok, ayah tirinya.
Hal ini terjadi karena Ken Arok, yang secara tak sengaja ditaman Boboji kerajaan Tumapel melihat mengeluarkan sinar kemilau keluar dari aurat Kendedes. Setelah diberitahu oleh pendeta Lohgawe, bahwa wanita mana saja yang mengeluarkan sinar demikian adalah wanita ardanareswari, yakni wanita yang mampu melahirkan raja-raja besar di Jawa. Sesuai dengan ambisi Ken Arok maka diapun membunuh Tunggul Ametung serta memaksa kawin dengan Kendedes. Sementara itu setelah mengawini Kendedes, Ken Arok masih juga mengawini Ken Umang dan menurut cerita tutur Ken Arok lebih menyayangi istri keduanya dari pada Ken Dedes; Sehingga Ken Dedes diabaikan.
Berlandaskan uraian diatas, maka pemberian relief Garudeya pada candi Kidal oleh Anusapati bertujuan untuk meruwat ibunya Ken Dedes yang cantik jelita namun nestapa hidupnya. Anusapati sangat berbakti dan mencintai ibunya. Dia ingin ibunya menjadi suci kembali sebagai wanita sempurna lepas dari penderitaan dan nestapa.

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

A.Definisi Kepemimpinan
1.Kepemimpinan adalah sebuah focus dari proses – proses kelompok ( Cooley, 1902 )
2.Kepemimpinan adalah suatu bakat kepribadian juga dianggap menarik ( Bingham, 1927 )
3.Kepemimpinan merupakan bentuk ketaatan ( Alport, 1942 )
4.Kepemimpinan adalah suatu tumbuhan / perilaku ( Fiedler, 1967 )
5.pemimpin adalah alat untuk pencapaian ( Catell, 1951 )
B.Karakteristik Kepemimpinan
Hellriegel dan Slocum ( 1993 ) menekankan keterampilan kepemimpinan inti sebagai berikut :
1.Pemberdayan
Melalui pemberdayaan, pemimpin memberikan orang lain rasa pencapaian , kepemilikan dan harga diri. Satu cara pemimpin perawat dapat memberdayakan staf adalah mendiskusikan dengan mereka ide – ide tentang memberikan perawatan klien.
2.Intuisi
Intuisi meliputi memiliki rasa terhadap lingkungan dan kebutuhan serta keinginan yang dimiliki oleh orang lain.
Pemimpin keperawatan yang efektif meningkatkan intuisi mereka agar sesuai dengan kebutuhan klien dan staf.
3.Pemahaman Diri
Mencakup suatu kemampuan untuk menyadari kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Membangun kekuatan diri dan mengoreksi / memperbaiki kekurangan penting dilakukan agar kepemimpinan efektif.
4.Visi
Kepemimpinan visioner tidak berarti secara konsisten membayangkan tujuan baru dan orisinil.
Visi dapat semata – mata menyatukan caring dan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan pegawai dan klien
5.Kongruensi Nilai
Adalah kemampuan untuk memahami dan menerima misi serta tujuan organisasi dan nilai pegawai serta untuk mendamaikannya.
Pemimpin yang efektif selalu menunjukan :
a.Pencapaian dan ambisi
b.Kemampuan untuk belajar dari kesalahan
c.Dedikasi tinggi terhadap pekerjaan
d.Analisis dan keterampilan memecahkan masalah yang baik
e.Tingkat keterampilan manusia yang tinggi
f.Inovasi tingkat tinggi
C.Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai kombinasi yang berbeda dari perilaku tugas dan hubungan yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain untuk menyelesaikan tujuan. ( Huber, 2000 )
Beberapa gaya kepemimpinan antara lain :
1.Kepemimpinan Kharismatik
Dicirikan dengan suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang pemimpinnya “ menginspirasi orang lain dengan mendapatkan komitmen emosional daripengikut dan dengan membangkitkan rasa setia dan antusiasme yang kuat “ . ( Marriner – Torney, 2000 )
2.Kepemimpinan Otoriter ( Direktif / Otokratif )
Pemimpin membuat keputusan untuk kelompok sehingga kelompok tidak mampu membuat keputusannya sendiri. Pemimpin menentukan kebijakan, memberikan perintah dan arahan kepada anggota kelompoknya.
3.Kepemimpinan Demokratis ( Partisipatif )
Pemimpin bertindak sebagai katalisator / fasilitator secara aktif memandu kelompok kearah pencapaian tujuan kelompok. Kepemimpinan demokratis dilandaskan pada prinsip sebagai berikut ( Tappen, 2001 ) :
a.Setiap anggota kelompok harus berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
b.Kebebasan keyakinan dan tindakan diperbolehkan dalam batasan yang masuk akal yang ditetapkan oleh masyarakat dan kelompok.
c.Tiap individu bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri dan kesejahteraan kelompok.
d.Harus ada perhatian dan pertimbangan untuk setiap anggota kelompok sebagai indibidu yang unik.
4.Kepemimpinan Laissez – Faire
Digambarkan sebagai pemimpin yang tidak aktif, pasif yang sedikit memberikan perintah, pertanyaan, anjuran / kritikan ( Tappen, 2001 ). Anggota kelompok dapat bertindak mandiri dan menderita akibat kurangnya kerja sama / koordinasi.
5.Kepemimpinan Situasional
Tingkat pengarahan dan dukungan bervariasi, bergantung pada tingkat kematangan pegawai / kelompok. Pemimpin menerapkan satu dari 4 gaya ( Hellriegel, Jackson dan Slocun )
a.Directive
Gaya kepemimpinannya dicirikan dengan pemberian intruksi yang jelas dan arahan spesifik untuk pegawai yang tidak matang.
b.Coaching
Gaya kepemimpinannya dicirikan dengan pengembangan komunikasi dua arah dan membantu pekerja yang menuju kematangan, membangun rasa percaya diri dan motivasi.
c.Supporting
Gaya kepemimpinannya dicirikan dengan komunikasi aktif dua arah dan mndukung upaya pekerja yang matang untuk menggunakan bakat mereka.
d.Delegating
Gaya kepemimpinan tanpa intervensi ( hands off ) ketika pegawai yang sudah sangat matang diberikan tanggungjawab untuk melaksanakan rencana dan membuat keputusan.
6.Kepemimpinan Transaksional
Menunjukan manajer tradisional yang berfokus pada tugas dari hari ke hari dalam mencapai tujuan organisasi. Pemimpinnya memahami dan memenuhi kebutuhan kelompok.
7.Kepemimpinan Transformasional
Mempertimbangkan kembali karakteristik manajer – pemimpin, menekankan kembali visi yang dibagi manajer pemimpin dengan kelompok dan menekankan pentingnya mempersiapkan orang untuk berubah ( Tappen, 2001 ) .
Ciri – cirri kepemimpinan transformasional :
a. Kharisma
Pemimpin kharismatik sangat dihargai dan dipandang dengan penuh rasa hormat, dedikasi dan kekaguman.
b. Motivasi Inspirasional
Pemimpin bernagi visi dengan staf yang menarik emosi dan cita – cita mereka.
c. Stimulasi Intelektual
Pemimpin menstimulasi pengikut untuk mempertanyakan status quo untuk mempertanyakan secara kritis mengenai apa yang mereka lakukan dan mengapa.
d. Contingent Reward
Pemimpin menyadari tujuan yang disepakati bersama dan memberikan penghargaan pada pencapaian pegawai.
6 faktor dalam kepemimpinan transformasional :
1) Menguasai perubahan
2) Berpikir system
3) Visi bersama
4) Perbaikan kualitas continue
5) Kemampuan untuk mendefinisikan
6) Komitmen untukmelayani public
8. Caring Laedership
Adalah suatu konsep yang merupakan perluasan dari kepemimpinan transformasional. Istilah caring leadership diperkenalkan pada tahun 1991 oleh Fortune 500 executive yang menyatakan “ manajemen yang baik sebagian besar adalah urusan cinta “.

Perbandingan Gaya Kepemimpinan
FAKTOR OTORITAS DEMOKRATIS LAISEZ - FAIRE
Derajat kebebasan


Derajat Kontrol

Pengambilan keputusan

Tingkat aktifitas pemimpin
Penanggungjawab


Hasil dari kelompok

Efisiensi Sedikit kebebasan

Kontrol tinggi

Oleh pemimpin


Tinggi

Terutama oleh pemimpin

Kuantitas tinggi, kualitas bagus

Sangat efisien

Kebebasan sedang


Kontrol sedang

Pemimpin dan kelompok bersama

Tinggi

Berbagi


Kreatif, kualitas tinggi

Kurang efisien dari pada otoriter Kebebasan lebih banyak

Tak ada control

Oleh kelompok / tidak oleh siapapun

Minimal

Tak ada yang bertanggungjawab

Variable, mungkin kualitas buruk

Tidak efisien

D.Karakteristik Pemimpin yang Efektif
1.Menggunakan gaya kepemimpinan yang lazim digunakan.
2.Menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tugas dan anggota.
3.Mengkaji pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain dan pengaruh perilaku orang lain terhadap diri mereka.
4.Sensitif terhadap dorongan yang mendukung dan menentang perubahan.
5.Mengekspresikan pandangan yang optimistic mengenal sifat.
6.Energetik
7.Terbuka dan mendorong keterbukaan, sehingga isu yang sesungguhnya dapat dihadapi.
8.Memfasilitasi hubungan personal
9.Merencanakan dan mengorganisasikan aktivitas kelompok.
10.Memiliki perilaku yang konsisten dengan anggota kelompok.
11.Mendelegasikan tugas dan tanggungjawab untuk mengembangkan kemampuan anggota, bukan hanya untuk melaksanakan tugas.
12.Melibatkan anggota dalam semua keputusan.
13.Menghargai dan menggunakan kontribusi anggota kelompok
14.Mendorong kreatifitas
15.Mendorong umpan balik mengenai gaya kepemimpinan mereka.
E.Keefektifan Pemimpin
Keefektifan suatu perilaku pemimpin harus ditentukan berdasarkan 4 set variable. Likert ( 1976 ) mengidentifikasi variable penyebab, penghalang dan variable hasil.
Harsey dan Blanchard ( 1977 ) juga melihat pada tujuan – tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Perilaku pemimpin harus merupakan suatu evaluasi ke empat set variable dalam rangka menurunkan efek lingkaran cahaya – tanduk. Variable – variable berikut digunakan untuk mengevaluasi keefektifan perilaku pemimpin dalam menyelesaikan masalah.
1.Variabel penyebab
Mempunyai pengaruh pada perkembangan –perkembangan dalam suatu organisasi termasuk hasil / pencapaian ( Hersey, Blanchard, 1977 ). Variable – variable ini dibawah pengendalian manajemen, mereka dapat diubah / duganti.
Variabel – variable penyebab adalah :
a.Ketepatan perilaku pemimpin terhadap tingkat kematangan system
b.Keakuratan diagnosa system
c.Pelibatan system yang tepat dalam pengambilan keputusan
d.Keefektifan filosofi dan tujuan organisasi


2.Variabel penghalang
Merujuk pada SDM suatu organisasi, Likert ( 1961 ) menyebutkan bahwa mereka mewakili situasi internal organisasi.
Variabel – variable penghalang adalah :
a.Komitmen
b.Motivasi
c.Moral dan keterampilan karyawan dalam kepemimpinan
d.Komunikasi dan penyelesaian konflik ( heresy, Blanchard, 1977 )
3.Variabel hasil
Menggambarkan pencapaian organisasi. Variabel – variable hasil dapat dihitung dan termasuk produksi ( hasil / pelayanan ), biaya – biaya,pendapatan, alih peran, hubungan serikat karyawan – manajemen dan sebagainya.
4.Tujuan jangka panjang dan pendek
Tujuan jangka panjang adalah perkembangan organisasi dimasa depan.
Suatu perspektif jangka pendek adalah hasil yang langsung ( Hersey, Blanchard, 1977 ). Seorang manajer yang efektif harus menyeimbangkan keduanya. Tujuan jangka panjang dan jangka pendek dapat dicapai apabila bawahan berfungsi secara efektif dalam berbagai tugas ketika pemimpin berada pada struktur rendah dan pertimbangan rendah.

5.Kepemimpinan keperawatan
Perawat dapat mengemban peransebagai pemimpin dalam lingkungan kerja mereka, profesi mereka dan komunitas mereka, meskipun mereka memiliki / tidak memeiliki posisi kepemimpinan yang ditetapkan.
Sebagai pemimpin di tempat kerja, mereka dapat membantu dalam perbaikan kualitas perawatan pasien.
Sebagai pemimpin di profesi, perawat tidak hanya dapat membatu perbaikan perawatan klien, tetapi juga perbaikan lingkungan kerja perawat dan professional kesehatan lain. Karena pengetahuan dan keterampilan khusus mereka, perawat juga dapat mengemban peran kepemimpinan di komunitas, membantu perubahan yang meningkatkan fifik, psikologis dan social dalam masyarakat sebagai suatu kesatuan.
Dalam cakupan yang lebih luas, para perawat harus mengaplikasikan keterampilan kepemimpinan sebagaimana mereka mengaplikasikan pengetahuan keperawtan pada masalah personal. Para perawat dapat mendemontrasikan ketrampilan kepemimpinan ini dengan terlibat dalam organisasi.
Pada tahun belakangan ini, perawat professional telah menunjukan cakupan ketrampilan kepemimpinan dan manajemen yang luas terhadap politisi dan legislator di semua tempat dalam upaya mereka untuk membela dan merencanakan system keperawtan kesehatan yang dapat digunakan oleh semua pendudukalam semesta melalui Nursing’s Agenda For Health Care Reform ( ANA, 1991 )

GUIDELINES FOR WRITING DISHCARGE SUMMARIES USING CHARTING BY EXCEPTION

1. GUIDELINES FOR WRITING DISHCARGE SUMMARIES USING CHARTING BY EXCEPTION

1. If at the time of discharge the nursing diagnosis is still active and the expected outcome is not met, or if the patient / signification orther require further assistance for care managemenet, s discharge summary is written. Example of this situations include chronic disease state, health care needs that require family or community assistance, or anticipated noncompliance with care management after discharge.
2. Discharge summaries are formulated up to 48 hours prior to patient discharge. A discharge summary with the date and the RN’s signature is first noted on the Nursering Diagnoses List. Next, it is documented as the “ Discharge Summary “ in the SOAP format on the Nurses”s Note. The following information needs to be included :
S : Summary of patient’s interpretation of health care management as it relates
to this nursing diagnosis;
O : Summary of patient’s progress during hospitalization and the current status
of the patient in relation to the nursing diagnosis.
A : Statement of the patient’s actual curren status compared to anticipation
achievement of expected outcomes ( goals );
P : Follow up plan of care through a referral or a program for self-care
management.
Uses

Nurses in acute and long-term care setting will paint this system very useful when the standards of care have been carefully defined for specific patient populations. CBE, used correctly, can be instrumental in promoting more efficient use of nursing time.

Advantages of Charting by Exception
1. Sets minimum standards for assessment and care
2. Abnormal trends are obvious
3. Abnormal data are highlighted and easily retrieved
4. Normal data or expected responses do not obscure other information
5. Charting time is reduced because the documentation of routine care and normal observations is greatly reduced
6. Transcription and duplication of charting is virtually eliminated.
7. Patient data can be recorded on the patien’s chart immediately
8. The most recent information about the patient can be left at the bedside
9. Fewer pages are needed for nursing documentation
10. The nursing can plan may be kept as a permanent record

Disadvantages of Charting by Exception
1. Concerns may arise about CBE as a timely record of useful, relevant information
2. Narative notes may be excsessivelly brief. Too much reliance may be placed upon using the checklists.
3. The potential exists for blank record or absence of charting for long intervals of time
4. Routine care may be intentionally omitted. Measured standars can be misunderstood and may obscure the need for care planning and care delivery.
5. Records of nursing judgment and evaluations may be “lost” for future analysis.
6. Isolated or unexpected events may not be fully documented
7. Does not accommodate intregated or multidisciplinary charing
8. Documentation of the nursing process may not always be evident
9. If care standards are not developed for new or evolving disese conditions problems may ensue.

2. GUIDELINES FOR USING CHARTING BY EXCEPTION ( CBE )

1. A data base is recorded for each patient and kept as part of the permanent record. A comprehensive baseline physical assessment that includes healt history and health care patterns is completed within 24 hours of admission.
2. A nursing diagnosis list is formulated and written at the time of admission. Thereafter, it serves as a “ table of content “ for all nursing diagnoses.
3. A discharge summary is written for each active nursing diagnosis at time of discharge.
4. The SOAP ( IER ) construct is used to document the patient’s response to interventions ( direction of nursing care ) throught the patien’s stay.
5. A nursing-diagnosis-based care plan is developed.
6. Specially designed protocols guide nursing interventions. A list of standardized nursing interventions has been developed to facilitate the expected clinical outcomes of specific patient populations.
7. Incidental order sheets are used to enter nursing interventions. For example, “ irrigate nasogastric tube q.2-3 hr with normal saline to maintain patency”.
8. A Kardex and care plan are developed for each patient.
9. Some computerized documentation system may generate alternative modalities.


3. CHARTING BY EXCEPTION AND THE NURSING PROCESS

A combination of steps are used to formalize the documentation of the nursing process. All components of the nursing process are used in this documentations system. Figure 96 illustrates how the steps of the process are interwoven into a properly completed record.

F. CORE Documentation System with DAE Construct

In 1985, CORE documentation was developed at St. Joseph’s Hospital in Hamilton, Ontario, Canada. It was implemented in 1986 by nurses who wanted to improve both the existing documentation system and the documentation of nursing practice.




















Figure 96 The steps in the nursing process and parallel elements of care planning and documentation. ( From Buke, L and Murphy,J; The steps in the nursing process and parallel elements of care planning and documentation. Charting by Exception. John Wiley & Sons, New York. 1998)

Thus, “ CORE” refers to the central or most important part the documentation system-the nursing process. The major component of this process-charting system include the data base , care, flow sheets, progress notes, and discharge summaries :
1. An admission assessment of the patient’s functional competence is completed by a registered nurse wthin 8 hours of admission. This assessment includes a system review and a review of the activities of daily living. Emphasis is placed on completion of a written summary directed toward nursing diagnosis and patient problems. The completed nursing data base and the care plan are placed in a Kardex ( see Figs:9.7 and 9.8)
2. Nursing care plans serve a twofold purpose. Part One (Fig 9.7) remains part of the permanent record. Part Two ( Fig 9.8) is used as a work sheet and incorporates the information from the flow sheets.
3. Flow sheets provide information about the patient’s activities of daily living and response to nursing care and about treatments and nursing activities, diagnostic procedures, and patient education. The parameters on the flow sheets correspond to the patient classification system. Examples of the flow sheets are shown in Figures 9.9 and 9.10
4. Progress notes and are organized in a three-column format ( modeled after the FOCUS charting format ). The DAE acronym stands for Data, Action, Evaluation ( Response ) and provifes a guideline with which to organize content in the progress note column ( Fig 9.11)
5. The discharge summary includes information about nursing diagnosis, patient education, and requirements for follow-up care.

Uses
This system can be used both in acute care facilities and in long-term care setting.



ST. JOSEPH’S HOSPITAL, HAMILTON. ONTARIO
DEPARTEMENT OF NURSING

GOAL(S) OF CARE


PATIENT CARE PLAN-1 DATE Nurses’s initials NURSING DIAGNOSES EXPECTED OUTCOMES Dead Line Chart NURSING INTREVENTIONS Date Nurses’s initials
























Figure 9.7 Patient care plan-1 ( Courtesy of St. Joseph’s Hospital, Hamilton, Ontario )


































PATIENT CARE PLAN-1 DATE Nurses’s initials NURSING DIAGNOSES EXPECTED OUTCOMES Dead Line Chart NURSING INTREVENTIONS Date Nurses’s initials





SAFETY NEEDS



PSYCHOSOCIAL NEEDS



SPIRITUAL/CULTURAL NEEDS
PATIENT TEACHING PLAN : DISCHARGE PLANNING Expected Discharge Date :
HOME SITUATION :
DISCHARGE RESOURCES INVOLVED :
Public Health
Home Care
Social Work
Piscement
Other

NURSE’S SIGNATUR Initials NURSE’S SIGNATUR Initials NURSE’S SIGNATUR Initials NURSE’S SIGNATUR Initials





Figure 9.7 Patient care plan-1 ( Courtesy of St. Joseph’s Hospital, Hamilton, Ontario )


ID BAND CHECKED ADMITED FROM : □ ER □ ICU □ HOME □ OTHER ____________ VIA______ ACCOMPANIED BY _____

VITAL SIGN T________P_______R_______BP/ST/SIR_______________Ly_______WEIGHT ________Kg HEIGHT ________Cm

CANDI BOROBUDUR

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan, pendiri Borobudur adalah raja dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.